Menghilang Selama lebih 129 Tahun Burung Hantu Kalimantan Super Langka Ditemukan Kembali

Kalimantan Spesies burung hantu Kalimantan bermata oranye yang super langka akhirnya ditemukan lagi oleh para peneliti.

Penemuan burung hantu tersebut, yang punya nama ilmiah Otus brookii dan merupakan subspesies burung hantu Celepuk Rajah, mengakhiri hilangnya spesies itu, setelah terakhir kali tercatat pada 1892 atau 129 tahun yang lalu.

Tim ilmuwan dari Smithsonian Migratory Bird Facility mengumumkan penemuan hewan langka ini di jurnal Wilson Journal of Ornithology pada 28 April 2021. Dalam laporannya, para peneliti juga menunjukkan untuk pertama kalinya bagaimana rupa burung hantu langka tersebut hidup di alam liar, di pedalaman hutan Kalimantan.

"Itu adalah perkembangan emosi yang cukup cepat ketika saya pertama kali melihat burung hantu keterkejutan dan kegembiraan yang luar biasa karena kami menemukan burung mitos ini, kemudian kecemasan murni bahwa saya harus mendokumentasikannya secepat mungkin," kata Andy Boyce, peneliti utama studi dari Smithsonian Migratory Bird Center, dalam keterangan resminya.

Burung hantu Celepuk Rajah ini sebenarnya sudah ditemukan para peneliti pada 4 Mei 2016 lalu. Ia ditemukan di hutan Gunung Kinabalu, Malaysia, pada ketinggian 1.500 hingga 1.900 meter di atas permukaan laut.

Setelah 5 tahun, para peneliti baru mengumumkan penemuan ini di jurnal ilmiah. Mereka sangat yakin bahwa burung hantu yang mereka temukan adalah Celepuk Rajah yang langka, karena ia punya karakteristik unik yang berbeda dari burung hantu lain di sana.

"Berdasarkan ukuran, warna mata, dan environment, saya tahu itu burung hantu Celepuk Rajah Kalimantan. Terlebih lagi, dengan mempertimbangkan ciri khas bulu burung ini, pola spesiasi yang diketahui dalam category Otus dan pola filogeografi burung pegunungan di Kalimantan dan Sumatera, O. b. brookii kemungkinan merupakan spesies uniknya sendiri dan diperlukan penelitian lebih lanjut," tambah Boyce.

Burung hantu Celepuk Rajah memiliki berat sekitar 100 gram, atau setara empat buah baterai berukuran AA, dengan ukuran tubuh mencapai 24 centimeters. Ia memiliki penampilan yang mencolok di bagian bulu, guratan hitam di dada, jambul telinga yang khas dengan sisi dalam putih, dan mata oranye yang tajam.

Peneliti bilang, semua pengetahuan tentang karakteristik burung Otus brookii itu berasal dari sepupunya, Otus brokii solokensis, yang hidup di Sumatra.

Meski demikian, karena ketiadaan sampel untuk melakukan analisis perbandingan, tidak banyak yang diketahui tentang perbedaan antara kedua subspesies tersebut.

Burung hantu kecil dalam genus Otus memang sering menunjukkan perbedaan yang cepat setelah terisolasi di sebuah wilayah, kata peneliti. Faktanya, negara kepulauan seperti Indonesia memfasilitasi perbedaan spesies hewan dari genus yang sama.

Kendati telah menemukan Otus brokii si burung hantu langka, para peneliti belum dapat memahami distribusi, biologi perkembangbiakan dan ukuran populasi mereka.

"Satu-satunya pengamatan kami selama studi intensif ini memastikan burung hantu ini hidup di hutan pegunungan dewasa, kemungkinan di atas atau di bawah area survei," terang Boyce.

"Ketinggian itu sudah terancam oleh hilangnya habitat akibat perubahan iklim, penggundulan hutan, dan pengembangan kelapa sawit. Untuk melindungi burung ini, kami membutuhkan pemahaman yang kuat tentang environment dan ekologinya."

Para ilmuwan memang telah mengetahui ke mana harus mencari burung langka ini. Namun, kecenderungan burung hantu beraktivitas di malam hari membuat hewan itu semakin sulit dikenali.

Selain itu, karena burung tersebut tidak pernah ditangkap, peneliti belum dapat melakukan studi observasi jangka panjang atau mengumpulkan sampel darah untuk analisis genetik.

"Anda bahkan tidak bisa mendapatkan DNA dari burung itu. Anda tidak dapat melakukan studi genetik," ujar Frederick Sheldon, kurator burung dan profesor biologi di Louisiana State College, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, kepada Smithsonian. Ini akan memakan waktu lama sebelum hal semacam itu bisa dilakukan dan kita benar-benar bisa tahu apa yang sedang terjadi."

Para peneliti telah mencoba kembali mencari Otus brokii brokii. Setelah mendatangi lokasi penemuan setiap hari selama hampir dua minggu, mereka tidak dapat menemukan burung hantu itu lagi.

Status konservasi burung hantu Celepuk Rajah saat ini terdaftar sebagai yang paling tidak menjadi perhatian di Daftar Merah International Union for Conservation of Nature. Namun, para peneliti khawatir akan populasinya karena hutan tempat ia ditemukan mengalami deforestasi dan perubahan iklim.

Jika Otus brokii brookii dan Otus brokii solokensis terbukti sebagai spesies endemik di pulau yang terpisah, temuan ini dapat membantu upaya konservasi untuk melindungi habitat yang tersisa di setiap pulau. Nah, untuk menyelesaikan teka-teki taksonomi kedua subspesies ini, peneliti merekomendasikan untuk melakukan survei malam di habitat potensial dan mengumpulkan sampel darah atau bulu jika terjadi penampakan.

Pada akhirnya, penemuan Otus brokii setelah 129 tahun menghilang membuat para peneliti merasa "rendah hati". Boyce menjelaskan, banyak hewan yang menunggu ditemukan manusia jika manusia mau pergi dan mencari.

"Ini mengingatkan kita sebagai manusia, dan sebagai ilmuwan, bahwa ada banyak hal, ada tempat di dunia ini bahkan pada titik ini di mana kita memiliki sidik jari di seluruh planet ini yang masih belum kita pahami dan kami masih terkejut setiap hari dengan hal-hal yang kami temukan," ucap Boyce.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jose Mourinho di Pecat Dari Tottenham, Semakin Lunturnya Kehebatanya Sebagai Pelatih

Par Ahli Sejarah Menemukan Sosok Nenek Moyang Orang Asia Tenggara, Usianya 13.000 Tahun

Beberapa Penyakit yang Mengintai Dari Kolam Renang